# 1
catatan untuk pemilik hati yang tulus
Sore, hujan baru saja pergi, sekarang pelangi mulai menari.
”Kenapa lagi Dee?”
”Nggak apa – apa Key”
Aku duduk di kursi taman halaman rumah Keenan. Agak basah, namun dari tempat ini aku bisa melihat pelangi dengan jelas. Warna pelangi berpadu indah dalam media langit bersih. Jelas aku memuja keadaan ini. Aku melepas kacamataku, dunia ini terasa sangat jelas tanpa kacamata. Aku menikmati kesejukan yang tercipta. Setelah hujan deras yang membuat semua basah tanpa kecuali, langit akan cerah seperti mobil selesai dicuci, lalu pelangi akan muncul dengan indahnya. Aku mengira – ira, dari sungai mana para bidadari selesai mandi, atau lebih tepatnya selesai berhujan – hujan.
Keenan duduk di sebelahku, tangan kanannya menyorongkan mug berisi cokelat hangat untukku, dan dia membawa mug berisi kopi panas di tangan kirinya.
“Menikmati pelangi lagi?”
Aku menyeruput cokelat hangat tanpa pemanis. Segar,. Sesegar halaman rumah Keenan. Ini kali ketiga aku melakukan ritual ini. Terdiam di bangku taman rumah Keenan selepas hujan deras dan menantikan pelangi. Namun baru kali ini Keenan ikut menemaniku. Aku tak menjawab pertanyaan Keenan.
”Kau tahu. Setiap hujan datang, deras, lalu berhenti, kadang muncul pelangi” Aku menggumamkan kalimat yang selalu ingin kusampaikan pada hujan. Aku berharap ada yang bisa menjawab misteri tentang hujan.
Gantian Keenan meminum kopi panasnya setelah meniupnya. Lalu aku mendengar suara Keenan yang teduh.
”Kau tahu, mengapa langit begitu bersih setelah hujan deras?”
Aku menggeleng, mataku terus menatap pelangi, aku tahu, kehadiran pelangi tak akan lama, dan aku tak ingin kehilangan moment ini.
”Lalu muncul pelangi?”
Tanganku membuat isyarat pada Keenan untuk diam sejenak. Pelangi itu mulai memudar. Warnanya lembut dan menenangkan, sepertinya tujuh warna itu berkolaborasi sempurna dan menghasilkan harmoni yang indah. Dadaku bergetar.
”Pelangi sudah pergi” Bisik Keenan tepat ditelingaku. Aku mengangguk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar