Pelangi baru saja pergi, ada nuansa berbeda di dada
Aku menenggelamkan tubuhku di sofa super empuk di ruang tengah rumah Keenan. Aku hanya terdiam di sini, dan Keenan membuat roti bakar di dapur. Aku bilang pada Keenan, aku enggan di dapur, lalu kata Keenan, aku berbaring disini sajalah, dan aku dengan senang hati menikmati kemanjaan yang Keenan buat, bersama sofa coklat yang hangat. TV 29” menyala, tapi tidak bersuara. Keenan meletakkan piring kecil berisi roti bakar dipangkuanku. Rasa Nanas.
”Hujan, deras, lalu reda, langit bersih, kadang ada pelangi”
Keenan mengulang kalimatku tentang hujan. Tunggu,. Sepertinya aku tak pernah mengatakan ”langit bersih” dalam teori hujanku.
”Ada filosofi yang indah kurasa”
”Ya,..”
”Ya?”
Keenan mematikan TV, lalu tubuhnya menyamaiku, tenggelam dalam sofa super empuknya, bedanya aku miring ke kiri dan dia menempati sisi sebelah kanan. Aku menerawang, membayangkan hujan, aku tergila – gila pada hujan.
”Kau tahu sebelum hujan pasti langit mendung, lalu gerimis”
Aku hanya bisa mendengar suara Keenan. Aku tak bersuara.
”Gerimis, lalu hujan, makin deras, deras sampai seperti air seember jatuh begitu saja tanpa pipa, seperti kesedihan,..”
”Haaa, kesedihan?”
Aku menegakkan tubuhku, namun posisi Keenan masih sama, menguasai sisi kanan dan tak melihatku.
”Aku tak pernah mengatakan langit bersih setelah hujan”
Keenan bergerak, meminum kopinya yang tak lagi panas, namun masih hangat kurasa, aku melirik, ada roti bakar di sampingnya, pasti rasa strawberry.
”Dee,..”
”Yaa,..”
Aku kembali pada posisi malas yang menyenangkan. Tanpa menatap ke arahnya, karena Keenan juga memandang ke arah lain.
”Mengapa ritual hujan itu sama dengan kesedihan?”
”Kau yang mengatakannya, Filsuf,..”
Keenan terkekeh, tapi cuma sebentar, lalu hening,...
”kurasa urutan kesedihanmu sama dengan urutan kedatangan hujan yang kau puja itu”
” Seperti gerimis sebelum hujan?”
Aku menegakkan tubuhku. Menjadi sikap sempurna untuk mendapat wejangan tingkat tinggi dari seorang Keenan.
” Apakah kau tak menyadari setelah hujan turun dengan deras pasti langit menjadi sangat bersih?”
” Gerimis? ”
” Apa? ”
” Gerimis ”
” Hm,.. ”
” Kenaaaaaaan,....”
Tawa Keenan bergema, aku mulai menikmati teka teki ini,..
” Tunggu !” Kataku tiba – tiba
Keenan terdiam. Aku memakan potongan roti bakar yang Keenan buat buatku. Rasa nanas. Sedetik kemudian,...
” Hm,... enak sekali,....” aku memonyongkan bibirku tanda kelezatan yang baru aku rasa.
Keenan tergelak. Sesaat aku tak percaya, baru saja ruangan ini diselimuti keheningan.
” Gerimis itu,..”
Aku menikmati selai nanas disela roti bakar yang masih terasa hangat. Tentang gerimis ini,.. Menanti Keenan meneruskan filosofi hujannya,....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar