Aku duduk di sini, seperti sore yang telah ku lewati. Memandang gulungan ombak mendekat, lalu mengucapkan salam. Satu ombak genit mencoba mencium pipiku. Lalu berlari kecil menjauh dengan malu – malu. Awan berarak ke arah barat, membawa cerita pada kepulan asap hening melukis senja. Sebentar lagi rombongan burung kecil ramai melintas, aku suka sekali mendengar nyanyian mereka. Seolah menyampaikan ketenangan terbalut rindu. Sedang apa kau kekasihku?
Angin berhembus tak begitu kuat. Membisikkan pesanmu padaku. Tentang cinta yang tak tahu lagi harus kemana berlayar. Tiba – tiba saja cinta bagiku seperti kapal, berlayar menuju sebuah titik dan mendapatkan sesuatu disana. Menyeberangi lautan luas dan memerlukan banyak dukungan. Angin, ombak, burung camar, badai, matahari, bintang, bulan, hujan,.....
Ketika mencintai adalah mempersembahkan kebebasan. Inilah yang sedang aku lakukan kepadamu. Melihatmu tersenyum dan menikmati pijar bahagia dari wajahmu. Hanya itu. Tak ada lagi yang bisa kulakukan. Tepatnya, tak ada lagi yang mampu aku lakukan.
Tenanglah kau disana kekasihku. Diseberang lautan luas yang tak pernah sanggup aku layari. Bersama kenangan dan sisa harapan. Meski kelak kau berhenti untuk menitipkan pesan cintamu pada ombak dan aku berharap pada angin. Aku akan tetap disini. Duduk diantara ilalang yang telah tumbuh menemani. Memandangmu, jauh di seberang lautan.
Kelak, suatu saat, ketika aku tak lagi ada disini. Mungkin aku telah berhasil berlayar ke seberang lautan. Mencarimu, dan mempersembahkan seikat kembang yang kau impikan. Suatu saat. Semoga tak terlambat.
Semarang, 21 September 2012
Thx to wiwieb’s pic. Inspirated.